Blogroll

Minggu, 10 Oktober 2010

Mencari Bibit Unggul Pada Klub Bulu Tangkis Swasta

pertandingan bulu tangkis bergengsi seperti Thomas Cup dan All England yang disiarkan di televisi pernah menjadi acara yang sangat dinantikan masyarakat Indonesia. Orang rela meninggalkan pekerjaan, menonton ramai-ramai di kelurahan, dan selalu terdengar teriakan riuh dan bangga. Anak-anak sekolah dengan mantap menirukan gaya jagoan bulu tangkis Indonesia, seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, dan Ivana Lie.

Dari mana "kecambah" pemain itu? yaitu para pemain bulu tangkis yang pernah mewakili Indonesia di panggung dunia, mengatakan satu suara: bibit berasal dari klub- klub olahraga bulu tangkis swasta. Itu karena pemerintah belum mampu memberikan fasilitas dan dana yang baik untuk pencarian dan pengembangan kemampuan pemain muda.

Pemain disemai sejak masih sangat muda. Pola umum yang biasanya dilakukan adalah mencari bibit atlet di berbagai kejuaraan. Di berbagai kejuaraan itulah para pencari bakat (talent scout) berburu. Pencarian bisa dimulai di kejuaraan tingkat cabang sampai provinsi. Kadang "mutiara" ditemukan juga pada kejuaraan di daerah. Simon Santoso, yang menjuarai Taiwan Terbuka pada Agustus lalu, misalnya, ditemukan dalam kejuaraan di Tegal, Jawa Tengah.

Penggemblengan atlet berbakat ini dilakukan intensif. Latihan dilakukan lima jam dalam sehari, yang dibagi pagi dan sore. Program latihannya berupa latihan fisik, teknik, strategi, dan mental. Yang terakhir ini dilakukan dengan mengirim atlet ke berbagai kejuaraan. Ada tiga pelatih utama didampingi asisten pelatih, biasanya atlet senior, yang sehari-hari menggembleng anggota klub .

Bila melihat sejarah bulu tangkis Indonesia, memang klub menjadi andalan. Pemain pertama yang menjadi juara di tingkat internasional pada 1950-an, Ferry Sonneville, berasal dari klub Bakti di Petojo, Jakarta. Jika mau mendapat bibit unggul, majukan dan perbanyak klub bulu tangkis.Nah, itulah yang membedakan Indonesia dengan Cina, yang tak punya klub bulu tangkis. Cina, karena negara komunis, menanggung semua kebutuhan atlet. Sedangkan di Indonesia sumbernya bergantung pada klub swasta.

Sumber - majalah.tempointeraktif.com

Temukan semuanya tentang Bisnis & Promosikan Usaha Anda di Iklan Gratis

0 comments:

Posting Komentar